Oleh karena itu, yang sangat urgen dalam mengatasi kemiskinan diperlukan sekali instrumen-instrumen hukum dengan perangkat undang-undang zakat yang jelas dan terpadu serta sukses dalam pengetrapan maupun realisasinya melalui bentuk-bentuk sosialisasi UU. No 38 / 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Adapun instrumen-instrumen hukum dimaksud adalah bertujuan sebagai pedoman, petunjuk serta juklak/juknis yang dapat digunakan dalam memberdayakan zakat sebagaimana yang terkandung dalam aturan perundang-undangan Pengelolaan Zakat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa zakat kalau kita ambil secara garis besarnya, maka akan kita temui beberapa hal unsur / komponen terdiri dari 3 unsur ( komponen )sebagai berikut :
a. Unsur / Komponen Amil
b. Unsur / Komponen Muzakki
c. Unsur / Komponen Mustahiq
Dengan demikian apabila ketiga kriteria ini dapat terpenuhi, maka inilah yang dinamakan Zakat, Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Bahwa Rasulullah SAW, selalu dalam merealisasikan kewajiban ibadah sosialnya dengan memanfaatkan lembaga zakat yang yang ada yakni unsur Amil untuk, mendistribusikan atau mentasyarufkan zakat-zakat beliau SAW.
Maka seharusnya umat islam mengambil ibrah / pelajaran beliau sebagai uswah kita dalam mengaplikasikan / merealisasikan penyaluran zakat secara cepat, tepat memenuhi sasaran kepada mustahiq, contoh yang demikian itu yang patut kita tiru, cermati dan amalkan apa-apa yang diberikan dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad SAW. Selayaknya sebagai mukmin sejati tentunya kita akan selalu merespon dan merealisasikan bentuk-bentuk, anjuran-anjuran dari Rasulullah SAW tersebut.
Lantas bagaimanakah kalau kita berzakat tidak menyerahkan kepada Amil ? Maka menurut sebagian pandangan / pendapat ulama “Boleh dan syah-syah saja”. Apabila di daerah tersebut ada orang yang bersangkutan belum ada atau belum terkoordinir lembaga-lembaga Zakat atau Amil resmi yang dibentuk oleh masyarakat atau yang kita kenal dengan LAZ atau BAZ Organisasi maupun untuk kalangan PNS ada wadahnya yakni BAZ sebagai lembaga Zakat atau UPZ-UPZ di tempat instansinya masing-masing. Komponen / unsur yang kedua adalah muzakki sebagai wajib Zakat yang harus mengeluarkan sebagian dari hartanya, karena didalam harta orang-orang kaya ada hak untuk orang-orang miskin yang tentunya tercover kedalam 8 asnaf. Komponen / unsur ketiga adalah mustahiq adalah orang-orangyang berhak menerima Zakat dari para Muzakki yang dikelola oleh AMIL untuk dipergunakan dan disalurkan kepada para Dhu’afa / Mustahiq (8 asnaf).
Demikian uraian sebagai kata pendahuluan sebagai gambaran awal dalam mengatasi kemiskinan bagi umat Islam.
Dari Zaman ke Zaman dan dari masa berganti masa silih bergantinya siang dan malam permasalahan Zakat di indonesia belumlah tuntas secara sempurna, kesemuanya tidak terlepas dari kiprah dan peran kepemimpinan Nasaional sebagai top leader yang dapat menggugah, menggerakkan memotivasi agar umat islam di indonesia dapat terlecut memiliki semangat solidaritas yang tinggi dalam merealisasikan dan mengaplikasikan kepedulian sosialnya terhadap kaum dhu’afa agar dapat diatasidan terangkat ekonominya menuju kepada kesejahteraan yang tadinya mustahiq berubah meningkat menjadi muzakki.
Mungkin tidak ada diantara kita yang memahami, darimana muara sakitnya perasaan orang-orang yang fakir dan miskin, kaum, dhu’afa, dan mereka yang serba dalam kesusahan. Mereka masuk masuk dalam pusaran kemiskinan, yang rasa sakitnya, rasa sulitnya serta resikonya meluluhkan segalanya. Proses yang memilukan ini, mereka rasakan dalam waktu yang cukup panjang. Siapa bilang mereka tidak ingin keluar dari kepedihan ini ! Mereka sudah bekereja, apa saja mereka lakukan. Mereka menjadi buruh pagi hingga petang hari, tapi mereka hanya menerima beberapa uang rupiah saja. Mereka juga menjadi pembantu rumah tangga, tapi mereka hanya dihargai denga uang senilai 200.000;Rupiah, artinya tak sampai 10.000; Rupiah / hari mereka terima. Sementara harus bangun dipagi hari, semua pekerjaan rumah beralih 90% ke tangannya, bahkan nyaris 99% dan terkadang harus terlambat makan dan tidur.
Kemudian contoh kemiskinan yang lain adalah para pengayuh becak / abang becak dibawah teriknya panas matahari, menjadi pemulung denga memasuki lorong-lorong kecil tanpa alas kaki, mengangkut sampah dan lain sebagainya menjadi pilihan.
Kesemuanya itu, mereka lakukan denga sungguh-sungguh, untuk makan mereka hari itu. Sementara, persiapan untuk makan esok hari, mereka harus mencarinya kembali. Lalu bagaimana untuk biaya sekolah putra-putri mereka, biaya kesehatan dan yang lainnya. Akhirnya sebagian mereka tak lagi dapat berbuat apa-apa, mereka menganggur atau malah berbuat kriminal. Itulah wajah kemiskinan sebagian dari Umat Islam dan masyarakat kita pada umumnya.
Kenapa demikian ! karena masalah kemiskinan adalah kemungkinan-kemungkinan sudah di setting sedemikian rupa atau sudah menjadi sunnatullah (kehendak Allah SWT). Agar orang-orang miskin menjadi tanggungan orang kaya. Kalau kita teliti secara mendalam ada makna-makna dan mengandung maksud-maksud serta nilai-nilai kemanusiaan sebagai wujud ujian hidup dunia fana khususnya bagi orang-orang yang berimtaq (beriman dan taqwa) khususnya Umat Islam dalam mengaplikasikan ibadah sosialnya.
Kita tahu bahwa tidak semua mereka yang kaya mesti ringa tangannya. Sebaliknya, tidak pula setiap mereka yang cukup itu pelit. Bahkan tidak jarang mereka orang yang kehidupannya pas-pasan, lebih ringan dan sosialis. Subhannallah, dunia sudah hampir terbalik. Kalau demikin, mafhumnya adalah kalau ada orang yang tidak mau atau enggan mengeluarkan Zakatnya, maka pada hakekatnya ia telah mencuri hak orang lain. Yakni delapan kelompok yang telah ditetapkan Allah SWT.
Dilema terbesar kita saat ini dalam mengatasi kemiskinan masih berputar-putar pada tataran sosialisasi, diskusi dan lain sebagainya kalau boleh saya ibaratkan separti kapal laut di tengah lautan yang ganas diombang-ambingkan oleh ombak, badai yang besar kemudian kapal tersebut bocor di bagian badan kapal, sebagai penanggung jawab kapal dalam hal ini Nahkoda menggelar rapat dengan ABK (anak buah kapal) memulai dengan sosialisasi, perdebatan, diskusi, pembinaan dan seterusnya itu, sehingga terjadi perdebatan yang panjang alias tidak ada ujung dan akhirnya, lantas apa akibatnya ? didalamnya semuanya lenyap tenggelam ditelan ombak dan badai yang dahsyat.
Nah demikian kira-kira gambaran yang dapat saya baca dan tangkap pada kondisi akhir-akhir ini mengenai berbagai macam upaya-upaya atau ihtiar-ihtiar dalam mengatasi kemiskinan Ummat Islam. Bagaimana kiat-kiat atau cara-cara kita memulai mengatasi masalah kemiskinan ummat Islam adalah yang perlu dilakukan pembentukan kepribadian yang berdimansi sosial (jiwa Sosial) yang tentunya berawal dari kebiasaan yang baik. Apa maksud kebiasan ? kebiasaan adalah sikap yang dilakukan berulang-ulang. Dari sinilah timbul mentalitas yang memunculkan kepribadian kemudian menjadi proses pemberdayaan.
Dari kronologi proses pemberdayaan ini berjalan secara dinamis terus berkembang sehingga muncul berbagai ragam aneka kegiatan-kegiatan, pola-pola pemberdayaan tentang zakat dalam konteks mengentaskan kemiskinan ummat Islam. Sebagai upaya dari mengentaskan kemiskinan ummat Islam adalam dengan memanfaatkan dan mendayagunakan alokasi dana zakat dapat kita digolongkan sebagai berikut :
1.Konsumtif Tradisional, zakat yang dimanfaatkan dan digunakan secara langsung oleh mustahik, untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
2.Konsumtif Kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari jenis barang semula, misalnya untuk beasiswa dan lain sebagainya.
3.Produktif Tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produksi seperti sapi, mesin jahit dan lain sebagainya.
4.roduktif Kreatif, yaitu mendayagunakan zakat diwujudkan dalam bentuk modal, baik untuk pembangunan suatu proyek sosial maupun untuk menambah modal pedagang untuk berwira usaha.
0 komentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment